Wacana Perubahan Status Lembaga Tetap Menjadi Adhoc, Prof. Safi' Akan Berdampak Terhadap Sistem Demokrasi
|
Isu mencuat perubahan status penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) dari lembaga tetap menjadi badan ad-hoc menuai tanggapan kritis dari berbagai kalangan, termasuk akademisi.
Salah satunya datang dari Rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Prof. Dr. Safi’. Ia secara tegas menyatakan bahwa penyelenggara Pemilu sebaiknya tetap dipermanenkan untuk menjaga stabilitas dan efektivitas sistem demokrasi di Indonesia.
Menurut guru besar di bidang Hukum Perundang-undangan itu, menjadikan penyelenggara Pemilu sebagai badan ad-hoc justru akan memunculkan persoalan struktural dan administratif yang tidak bisa dianggap sepele.
“Jika penyelenggara Pemilu di ad-hoc kan kembali, maka akan banyak sistem yang harus ditata ulang setiap kali Pemilu digelar. Hal ini tidak efisien dan berpotensi menimbulkan kekacauan,” katanya pada Kamis (21/8/2025) saat memberikan materi tentang penguatan kelembagaan Bawaslu Kabupaten/kota.
Mantan Dekan Fakultas Ilmu Hukum tersebut menilai bahwa Pemilu merupakan elemen inti dari proses demokrasi yang membutuhkan kesinambungan, profesionalitas, dan pengalaman yang matang.
“Dengan sistem permanen, penyelenggara dapat terus membangun kapasitas, memperbaiki sistem, dan menjaga integritas proses Pemilu dari waktu ke waktu,” ujarnya.
Wacana badan ad-hoc ini sebelumnya mencuat dalam beberapa diskusi kelembagaan Pemilu yang digelar oleh sejumlah pihak. Alasan efisiensi anggaran dan fleksibilitas menjadi pertimbangan utama.
Menurut Safi’, efisiensi tidak bisa dijadikan alasan utama jika mengorbankan kualitas dan stabilitas sistem demokrasi. Pemilu bukan sekadar kegiatan lima tahunan, tetapi pilar dari keberlangsungan negara hukum yang demokratis.
“Jangan sampai niat penyederhanaan menuju Pemilu yang demokratis justru merusak tatanan yang sudah mulai stabil,” pungkasnya.