Lompat ke isi utama

Berita

Pilih Kampanye Daring Daripada ‘Disemprit’ Pengawas Pemilu

oleh : Buyung Pambudi

Kordiv Sengketa Bawaslu Kabupaten Bangkalan

Daripada disemprit oleh pengawas pemilu pada saat kampanye, pasangan calon bupati maupun walikota di 19 kabupaten/kota yang menggelar pilkada di Jawa Timur memilih kampanye daring (online). Masa pandemi covid-19 yang belum berakhir membuat para kandidat harus berhati-hati saat kampanye tatap muka. Protokol kesehatan semisal memakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak tidak boleh diabaikan oleh kandidat yang ingin melaksanakan kampanye tatap muka.

Meskipun tidak semua wilayah memiliki akses internet yang cukup baik, kampanye daring tetap dilakukan untuk menjangkau para pemilih ‘milenial muda’. Bahkan, sejumlah pemilih yang masuk kategori ‘milenial tua’ juga bisa dijangkau dengan menggunakan kampanye daring. Karena baik milenial muda maupun milineal tua hampir semuanya memiliki telepon genggam pintar (smartphone).

Kampanye daring melalui media sosial menjadi sarana alternatif yang cukup menjanjikan selain kampanye dengan cara konvensional. Meskipun kampanye konvensional dengan memasang baliho, alat peraga kampanye serta kampanye tatap muka tetap menjadi pilihan utama.

Lalu, media sosial apakah yang digunakan oleh para kandidat dan tim pemenangannya?

Berdasarkan tanggapan dari responden yang dikumpulkan menggunakan kuesioner yang disebar ke para wartawan di 19 kabuaten/kota yang menggelar pilkada, sebanyak 75% menjawab facebook. Facebook menjadi media sosial yang paling banyak digunakan dalam kampanye pilkada 2020. Kemudian disusul instagram, dan zoom. Zoom sebagai aplikasi tatap muka daring yang populer saat pandemi ternyata juga digunakan oleh para kandidat untuk menyapa para pemilih.

Kemudian jika ada pertanyaan apa faktor yang paling dominan dalam menentukan kemenangan pilkada 2020?

Ternyata, sebanyak 37,5% wartawan menjawab ketokohan/figur kandidat yang menjadi faktor dominan dalam meraih kemenangan di pilkada 2020. Sedangkan terbanyak kedua, sebanyak 25% responden menjawab bahwa serangan fajar (money politics) juga berpengaruh dalam meraup suara sebanyak-banyaknya. Kemudian, rekam jejak kepemimpinan serta kinerja para kandidat menjadi penentu berikutnya.

Hal ini tentu menjadi tugas bagi pengawas pemilu untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi terjadinya pelanggaran baik pelanggaran administratif maupun tindak pidana pemilu. Tidak hanya itu, peran masyarakat juga sangat berarti dalam pengawasan pemilu agar tercipta pemilu yang jujur dan adil.

Siapapun yang berhasil keluar sebagai pemenang setelah pencoblosan tanggal 9 Desember 2020 nanti, kita semua berharap agar kandidat tersebut bisa mengemban amanah dari masyarakat setempat. Sehingga, proses demokrasi dalam pilkada serentak tahun 2020 ini benar-benar bisa menghasilkan pemimpin yang mampu membawa kebaikan bagi masyarakat.

Tag
Opini