Lompat ke isi utama

Berita

Inkonsistensi Penguatan Lembaga Penyelenggara Pemilu Dalam Draf RUU Pemilu

Oleh : Muhlis, S.H,.MH

Anggota Bawaslu Kabupaten Bangkalan

Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menerbitkan Draf Rancangan Undang-undang Pemilu (selanjutnya disebut Draf RUU Pemilu). Draf RUU Pemilu tersebut diterbitkan pada tanggal 9 April 2020. Beberapa waktu kemudian muncul Draf RUU Pemilu tertanggal 6 Mei 2020 yang dikeluarkan oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Kedua Draf tersebut terdiri dari 6 (enam) buku. Terdapat pebedaan di beberapa buku atau bab, namun untuk buku kedua baik draf tanggal 9 April 2020 ataupun draf tanggal 6 mei 2020 tidak ada perbedaan.

Mencermati struktur draf RUU pemilu masih terdapat inkonsistensi terhadap penguatan lembaga penyelenggara pemilu. Buku II berisi 2 (dua) bab, yaitu bab I tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bab II tentang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu berada dalam sub bab II. Secara filosofis menunjukan bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan bagian dari Badan Pengawas Pemilu. Bukan merupakan kelembagaan tersendiri yang sudah diinstitusionalkan.

Tiga fungsi penyelenggaraan pemilu sudah diinstitusionalkan. Tiga fungsi lembaga penyelenggara pemilu dengan kewenangan masing-masing lembaga. Ketiga lembaga tersebut memiliki kedudukan yang setara. Keberadaan tiga lembaga penyelenggara pemilu melakuakan fungsi ceks and balance. sebagaimana telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan  Nomor 81/PUU-IX/2011. Oleh karenanya, dalam struktur undang-undang tiga lembaga penyelenggara pemilu harus diatur dalam masing-masing bab tersendiri.

Selain penguatan posisioning kelembagaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu pada buku II draf RUU Pemilu, masih terdapat persoalan penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu. Dalam Draf RUU belum muncul penguatan kelembagaan secara berjenjang. Sebagaimana disebutkan bahwa KPU maupun Bawaslu adalah lembaga yang hirarkis. Namun, kewenangan pembentukan, panitia seleksi sampai dengan pelantikan masih sentralistik.  Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa pasal di Draf RUU Pemilu.

Pasal 37 ayat (1),(7) dan (9) adalah ketentuan yang mengatur tertang pengisian anggota KPU Kabupaten/Kota. Selanjutnya ketentuan pasal 144 ayat (1), (7),dan (9) yang mengatur tentang pengisian anggota Bawaslu Kabupaten/Kota. Kedua norma tersebut mengisyaratkan bahwa KPU Provinsi atau Bawaslu Provinsi tidak memiliki kewenangan dalam pembentukan panitia seleksi rekrumen anggota KPU Kabupaten/Kota atau Bawaslu Kabupaten/Kota. KPU Provinsi atau Bawaslu Provinsi hanya membantu dalam proses rekrutmen KPU Kabupaten/Kota atau Bawaslu Kabupaten/Kota.

Rumusan norma pada pasal tersebut memberikan tafsir seolah menegasikan keberadaan KPU Provinsi atau Bawaslu Provinsi sebagai pimpinan yang berada diatas KPU Kabupaten/Kota atau Bawaslu Kabupaten/Kota. Seharusnya pembentukan panitia seleksi dan rekrutmen anggota KPU Kabupaten/Kota atau Bawaslu Kabupaten/Kota cukup dibentuk oleh KPU Provinsi atau Bawaslu Provinsi. Hal ini agar tercipta penguatan kelembagaan secara berjenjang serta adanya legitimasi yang kuat dalam hal control secara berjenjang kelembagaan (Lembaga Hirarkis).

Tag
Opini